Your Ad Here

Minggu, 19 Oktober 2008

nederlandse bloedbad in Rawagede - Een lange afwachting van mevrouw Wisah












Slachtpartij van Rawagede
Een lange afwachting van mevrouw Wisah
Moksa Hutasoit - Detiknews.com

Jakarta - Honderden civiele bevolking van Rawagede, een dorp tussen Kerawang en Bekasi, zijn door nederlandse soldaten afgeslacht. In de gedachte van Wisah (81), heeft de gebeurtenis op 9 december 1947 nog levendig afgespeeld

Wisah is een van de vrouwen die weduwe is geworden door die gebeurtenis. Haar geliefde man is gestorven afgeslacht door nederlandse soldaten tijdens nederlandse militaire agressie op nieuwe Indonesische republiek.

61 jaar na de dato is Wasiah niet meer jong, maar van haar afgebrokkeld oude lichaam is er geen wanhoop te bespeuren om de rechtvaardigheid op te eisen. Zij wilt dat de nederlandse overheid officieel haar schuld bekennen en haar spijt betuigen.

Jarenlang heeft Wasiah zich in de twijfelachtige positie bevindt, dit kwam doordat al haar pogingen geen vruchten hebben afgeworpen. nederlandse overheid is indisch doof van haar schreuwen van diep in haar hart.

Pas nu groeit haar hoop, ondanks die hoop geen hoge verwachtingen met zich meebrengt maar toch is dat voldoende voor wasiah & andere lotgenoten om weer te hopen dat ze de behandeling zouden krijgen zoals oorlogsslachtoffers.

Die hoop is gekomen van twee nederlandse parlementariërs ,die op bezoek waren in indonesia, die een ontmoeting met haar willen houden. Harry van Bommel is parlementariër uit partij van den Arbeid, ook de grootse partij in de nederlandse parlement, en Joel VoordeWind is een parlementariër uit CDA. Beiden partijen zitten in de nederlandse regeringscoalitie.

De ontmoeting tussen de slachtoffers van de rawagede's slachtpartij en de twee nederlandse parlementariërs zijn gehouden in JW Marriot hotel, jakarta, Zondag (19/10/2008). Die ontmoeting is op initiatief van de nederlandse ereschuld comitte.

"Hopelijk is er reconsiliatie in deze ontmoeting" zei het hoofd van de nederlandse ereschuld comitte, Batara Hutagalung, in JW Marriot hotel.

Volgens Batara, de tragedie van het bloedbad van Rawagede, heeft niet alleen de gevoelens van Indonesische bevolking gekwetst. Deze gebeurtenis heeft ook neven effect op de hele nederlandse veteranen die betrokken zijn in die gebeurtenis. de nederlandse veteranen en Indonesische bevolking zijn slechts slachtoffers van de foute nederlandse politieke beleid toendertijd.

"deze gebeurtenis jaagt de angst van de nederlandse veteranen," verduidelijkt Batara

desondanks erkent batara dat deze ontmoeting geen enkele garantie geeft voor de rechten van Wasiah en haar lotgenoten, want nederland erkent tot nu toe juridisch gezien, nog geen Indonesische onafhankelijkheid op 17 augustus 1945.

"want voor nederland, de erkenning van de Indonesische onafhankelijkheid op 17 augustus 1945 is dezelfde als toegeven van hun eigen oorlog misdaden," legt Batara uit. (Djo/Djo)

Bahasa Indonesia klik ini "read more"


Pembantaian Rawagede
Penantian Panjang Ny Wisah
Moksa Hutasoit - detikNews

(foto: Moksa Hutasoit)
Jakarta - Ratusan warga Rawagede, sebuah desa di antara Kerawang dan Bekasi, menemui ajal di tangan serdadu Belanda. Dalam benak Wisah (81), peristiwa yang terjadi pada 9 Desember 1947 itu masih terekam jelas.

Wisah adalah salah satu wanita yang terpaksa menjadi janda akibat kejadian itu. Suami tercintanya tewas dibantai serdadu Belanda yang melakukan agresi militer.

Kini setelah 61 tahun berlalu, Wasiah sudah tidak muda lagi. Namun tubuh rentanya tak putus asa menuntut keadilan bagi dirinya. Dia ingin pemerintah Belanda secara resmi mengakui kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf.

Bertahun-tahun Wasiah berada dalam kondisi gamang. Sebab, berbagai upaya yang dilakukannya tidak juga menunaikan hasil. Pemerintah Belanda tutup mata atas semua jeritan hatinya.

Sampai akhirnya sebuah harapan kembali muncul. Tidak besar memang harapan itu, namun cukuplah membuat Wasiah dan teman-temannya yang senasib, kembali bersemangan bahwa mereka akan mendapatkan selaku korban kejahatan perang.

Harapan itu muncul saat dua orang anggota Parlemen Belanda mau bertemu dengannya. Keduanya adalah adalah Harry van Bommel dari Partai Sosialis dan Joel Voordewind dari Partai Uni Kristen (ChristenUnie). Partai Uni Kristen adalah salah satu partai yang ikut dalam koalisi di pemerintah Belanda saat in, sedangkan Partai Sosialis adalah partai oposisi terbesar di parlemen Belanda.

Pertemuan antara korban Pembantaian Rawagede dan dua orang anggota Parlemen Belanda itu digelar di Hotel JW Marriot, Jakarta, Minggu (19/10/2008). Pertemuan ini diprakarsai oleh Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB).

"Semoga dalam pertemuan ini terjadi rekonsiliasi," kata Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda, Batara Hutagalung, di Hotel JW Marriot.

Menurut Batara, tragedi pembantaian Rawagede bukan hanya melukai perasaan bangsa Indonesia. Peristiwa ini juga berdampak terhadap seluruh veteran serdadu Belanda yang terlibat dalam kejadian itu. Para veteran Belanda dan rakyat Indonesia hanyalah korban dari kebijakan politik yang salah.

"Peristiwa ini menghantui perasaan veteran Belanda," jelas Batara.

Namun Batara mengakui, pertemuan hari ini tidak memberikan jaminan apa pun terhadap hak Wasiah dan kawan-kawan. Toh, sampai saat ini Belanda secara de jure belum mengakui
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

"Sebab bagi Belanda, mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 sama saja mengakui kejahatan perang mereka," ungkap Batara.(djo/djo)

Read More......

Minggu, 08 Juni 2008

BUBARKAN & HUKUM FPI, FUI, MMI, MUI

FPI, FUI, MMI, MUI adalah perkumpulan, gerombolan yg tidak punya tujuan baik yg hanya mengandalkan kekerasan untuk mencapai maksud tujuannya.
Meskipun kelompok2 ini mengatasnamakan agama sebagai tujuannya tetapi kelompok ini tidak lepas dari pengaruh kekuasaan, sepertinya suatu hal yg sangat men-dua, tetapi begitulah sosial-politik Indonesia, dimana mereka yg (ingin) berkuasa membuat skenario dengan membentuk kelompok2 atau gerombolan utk maksud dan tujuan tertentu.

Sebenarnya FPI tidak beda jauh dengan kelompok Laskar Jihad yg dulu dibentuk oleh suatu kekuatan dalam TNI dengan maksud menguasai kekuasaan Indonesia tanpa perlu dukungan dari rakyat tetapi dengan politik Intimidasi, terorisme dan kekerasan.

FPI sekarang adalah binaan POLRI dengan persetujuan elemen dalam pemerintahan dan TNI. Tujuan terbentuknya FPI adalah pertama melakukan infiltrasi di dalam organisasi islam garis keras yg menjurus terorisme. Dengan FPI ini baik pemerintah dan POLRI menpunya pintu masuk ke dalam organisasi Islam garis keras yg melakukan upaya2 terorisme, sebagai gantinya pemerintah dan POLRI menutup mata dengan kelakuan FPI/FBR/FORKABI yg meresahkan masyarakat seperti layaknya "take it & give it".

Pendanaan utk FPI dll cukup besar di sampai dari pemerintah/POLRI mereka juga mendapat dana dari pemerasan terhadap pengusaha2 lokalisasi, pengusaha Diskotik, pedagang kaki lima, pedagang pasar yg dengan dalih islam mereka peras agar usaha dagang mereka bisa aman.





Read More......

Minggu, 24 Februari 2008

Soekarno VS Soeharto - WS Rendra,

Soekarno - Sejarah yang tak memihak

Malam minggu. Hawa panas dan angin seolah diam tak
berhembus. Malam ini saya bermalam di rumah ibu saya. Selain
rindu masakan sambel goreng ati yang dijanjikan, saya juga
ingin ia bercerita mengenai Presiden Soekarno. Ketika semua
mata saat ini sibuk tertuju, seolah menunggu saat saat
berpulangnya Soeharto, saya justru lebih tertarik mendengar
penuturan saat berpulang Sang proklamator. Karena orang tua
saya adalah salah satu orang yang pertama tama bisa melihat
secara langsung jenasah Soekarno.

Saat itu medio Juni 1970. Ibu yang baru pulang berbelanja,
mendapatkan Bapak (almarhum) sedang menangis sesenggukan.

' Pak Karno seda ' ( meninggal )

Dengan menumpang kendaraan militer mereka bisa sampai di
Wisma Yaso. Suasana sungguh sepi. Tidak ada penjagaan dari
kesatuan lain kecuali 3 truk berisi prajurit Marinir ( dulu
KKO ). Saat itu memang Angkatan Laut, khususnya KKO sangat
loyal terhadap Bung Karno. Jenderal KKO Hartono - Panglima
KKO - pernah berkata ,

' Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO. Merah kata Bung
Karno, merah kata KKO '

Banyak prediksi memperkirakan seandainya saja Bung Karno
menolak untuk turun, dia dengan mudah akan melibas Mahasiswa
dan Pasukan Jendral Soeharto, karena dia masih didukung oleh
KKO, Angkatan Udara, beberapa divisi Angkatan Darat seperti
Brawijaya dan terutama Siliwangi dengan panglimanya May.Jend
Ibrahim Ajie.

Namun Bung Karno terlalu cinta terhadap negara ini.
Sedikitpun ia tidak mau memilih opsi pertumpahan darah
sebuah bangsa yang telah dipersatukan dengan susah payah. Ia
memilih sukarela turun, dan membiarkan dirinya menjadi
tumbal sejarah.

The winner takes it all. Begitulah sang
pemenang tak akan sedikitpun menyisakan ruang bagi mereka
yang kalah. Soekarno harus meninggalkan istana pindah ke
istana Bogor . Tak berapa lama datang surat dari Panglima
Kodam Jaya - Mayjend Amir Mahmud - disampaikan jam 8 pagi
yang meminta bahwa Istana Bogor harus sudah dikosongkan jam
11 siang.

Buru buru Bu Hartini, istri Bung Karno mengumpulkan pakaian
dan barang barang yang dibutuhkan serta membungkusnya dengan
kain sprei. Barang barang lain semuanya ditinggalkan.

' Het is niet meer mijn huis ' - sudahlah, ini bukan rumah
saya lagi ,

demikian Bung Karno menenangkan istrinya.

Sejarah kemudian mencatat, Soekarno pindah ke Istana Batu
Tulis sebelum akhirnya dimasukan kedalam karantina di Wisma
Yaso.

Beberapa panglima dan loyalis dipenjara. Jendral Ibrahim
Adjie diasingkan menjadi dubes di London . Jendral KKO
Hartono secara misterius mati terbunuh di rumahnya.

Kembali ke kesaksian yang diceritakan ibu saya. Saat itu
belum banyak yang datang, termasuk keluarga Bung Karno
sendiri. Tak tahu apa mereka masih di RSPAD sebelumnya.
Jenasah dibawa ke Wisma Yaso.

Di ruangan kamar yang suram,
terbaring sang proklamator yang separuh hidupnya dihabiskan
di penjara dan pembuangan kolonial Belanda. Terbujur dan
mengenaskan. Hanya ada Bung Hatta! dan Ali Sadikin -
Gubernur Jakarta - yang juga berasal dari KKO Marinir.
Bung Karno meninggal masih mengenakan sarung lurik warna
merah serta baju hem coklat. Wajahnya bengkak bengkak dan
rambutnya sudah botak.

Kita tidak membayangkan kamar yang bersih, dingin berAC dan
penuh dengan alat alat medis disebelah tempat tidurnya. Yang
ada hanya termos dengan gelas kotor, serta sesisir buah
pisang yang sudah hitam dipenuhi jentik jentik seperti
nyamuk. Kamar itu agak luas, dan jendelanya blong tidak ada
gordennya. Dari dalam bisa terlihat halaman belakang yang
ditumbuhi rumput alang alang setinggi dada manusia !.

Setelah itu Bung Karno diangkat. Tubuhnya dipindahkan ke
atas karpet di lantai di ruang tengah

Ibu dan Bapak saya serta beberapa orang disana sungkem
kepada jenasah, sebelum akhirnya Guntur Soekarnoputra
datang, dan juga orang orang lain.

Namun Pemerintah orde baru juga kebingungan kemana hendak
dimakamkan jenasah proklamator. Walau dalam Bung Karno
berkeingan agar kelak dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor
. Pihak militer tetap tak mau mengambil resiko makam seorang
Soekarno yang berdekatan dengan ibu kota.

Maka dipilih Blitar, kota kelahirannya sebagai peristirahatan terakhir.

Tentu saja Presiden Soeharto tidak menghadiri pemakaman ini.
Dalam catatan Kolonel Saelan, bekas wakil komandan
Cakrabirawa,

' Bung karno diinterogasi oleh Tim Pemeriksa
Pusat di Wisma Yaso. Pemeriksaan dilakukan dengan cara cara
yang amat kasar, dengan memukul mukul meja dan memaksakan
jawaban'.

'Akibat perlakuan kasar terhadap Bung Karno,
penyakitnya makin parah karena memang tidak mendapatkan
pengobatan yang seharusnya diberikan. '

( Dari Revolusi 1945 sampai Kudeta 1966 )

dr. Kartono Mohamad yang pernah mempelajari catatan tiga
perawat Bung Karno sejak 7 februari 1969 sampai 9 Juni 1970
serta mewancarai dokter Bung Karno berkesimpulan telah
terjadi penelantaran. Obat yang diberikan hanya vitamin B,
B12 dan duvadillan untuk mengatasi penyempitan darah.
Padahal penyakitnya gangguan fungsi ginjal.

Obat yang lebih baik dan mesin cuci darah tidak diberikan.
( Kompas 11 Mei 2006 )

Rachmawati Soekarnoputri, menjelaskan lebih lanjut, ' Bung
Karno justru dirawat oleh dokter hewan saat di Istana
Batutulis. Salah satu perawatnya juga bukan perawat. Tetapi
dari Kowad


( Kompas 13 Januari 2008 )

Sangat berbeda dengan dengan perlakuan terhadap mantan
Presiden Soeharto, yang setiap hari tersedia dokter dokter
dan peralatan canggih untuk memperpanjang hidupnya, dan
masih didampingi tim pembela yang dengan sangat gigih
membela kejahatan yang dituduhkan.

Sekalipun Soeharto tidak pernah datang berhadapan dengan pemeriksanya, dan
ketika tim
kejaksaan harus datang ke rumahnya di Cendana. Mereka harus
menyesuaikan dengan jadwal tidur siang sang Presiden !

Malam semakin panas. Tiba tiba saja udara dalam dada semakin
bertambah sesak. Saya membayangkan sebuah bangsa yang
menjadi kerdil dan munafik. Apakah jejak sejarah tak pernah
mengajarkan kejujuran ketika justru manusia merasa bisa
meniupkan roh roh kebenaran ?

Kisah tragis ini tidak banyak diketahui orang. Kesaksian tidak pernah menjadi
hakiki
karena selalu ada tabir tabir di sekelilingnya yang diam membisu.
Selalu saja ada korban dari mereka yang mempertentangkan benar atau salah.
Butuh waktu bagi bangsa ini untuk menjadi arif.
Kesadaran adalah Matahari Kesabaran adalah Bumi
Keberanian menjadi cakrawala Keterbukaan adalah pelaksanaan kata kata

( * WS Rendra )

Read More......

Sabtu, 12 Januari 2008

Kualatnya suharto atas perlakuannya ketika Bung Karno dibiarkan sakit hingga meninggal

Apa yang Terjadi ketika Bung Karno Sakit (asal berita: http:www.BALIPOST.COM)

Ketika kondisi kesehatan Pak Harto makin kritis, ada baiknya kita melongok bagaimana kondisi ketika mantan Presiden RI Soekarno alias Bung Karno (BK) saat sakit. Sebagian warga Indonesia tak mengetahui kondisi BK saat itu, apalagi ada yang menghubungkan dengan peran Pak Harto. Bagaimana keadaan Bung Karno menjelang ajal menjemput nyawanya?


---

UNTUK menjawab rasa penasaran banyak orang itu, Rachmawati Soekarnoputri membongkar sejumlah dokumen tentang kesehatan Bung Karno, 11 Mei 2006 lalu di kantor Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS), di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

Dokumen-dokumen berusia 36 tahun itu menggambarkan kondisi kesehatan Bung Karno, terutama setelah dia tidak lagi menjadi presiden. Juga menggambarkan perlakuan penguasa ketika itu terhadap Bung Karno.

Memasuki pertengahan Agustus 1965, kesehatan Bung Karno drop drastis. Pada 4 Agustus, ia terjatuh dan kolaps di kamarnya di Istana Merdeka, Jakarta. Sejumlah kabar menyebutkan Bung Karno terjatuh karena serangan stroke. Dia sempat dibawa ke Istana Bogor untuk mendapat perawatan intensif.

Peristiwa Bung Karno kolaps sempat melahirkan berbagai rumor yang sulit dikonfirmasi. Sempat pula berkembang spekulasi yang mengatakan bahwa Bung Karno tidak akan mampu menyampaikan pidato kenegaraan pada peringatan hari Proklamasi 17 Agustus 1965.

Kesehatan Bung Karno yang memburuk ini pula yang ikut memperpanas konstelasi politik nasional saat itu. Suhu politik dan persaingan antara Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sebelumnya sempat mengusulkan ide angkatan kelima dengan TNI Angkatan Darat semakin panas.

Kehadiran tim dokter dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang membantu pengobatan Bung Karno juga mempertajam konflik di antara PKI dan AD. Sebab RRT dianggap sebagai sponsor utama ide angkatan kelima yang bikin resah itu. Di tengah suhu politik yang makin panas, Bung Karno kembali muncul pada peringatan detik-detik Proklamasi ke-20 di Istana Merdeka. Dia hadir lengkap dengan pakaian kebesaran dan tongkat komando yang seakan tak pernah lepas dari genggaman.

Singkat cerita, Maret 1967, Soeharto dilantik sebagai pejabat presiden. Sejak itu Bung Karno dikucilkan dan dilarang menginjakkan kaki di Jakarta. Maret 1968, Soeharto dilantik sebagai presiden. Menyusul pelantikan itu, di awal April 1968, Bung Karno angkat kaki meninggalkan Istana Bogor.

Dari istana yang berseberangan dengan Kebun Raya Bogor, Bung Karno pindah ke Batu Tulis. Tetapi udara Bogor yang dingin kala itu amat mengganggu kesehatannya yang tak kunjung membaik. Rematik Bung Karno semakin parah dan menyerangnya bertubi-tubi setiap hari. Di saat sakit yang semakin tak tertahankan, Bung Karno mengutus Rachma ke Jakarta, menyampaikan surat permohonan kepada Soeharto agar dia diperbolehkan kembali ke Jakarta.

Beberapa bulan kemudian, Bung Karno kembali menginjakkan kakinya di Jakarta, tepatnya di Wisma Yasso, Jalan Jenderal Gatot Subroto. Di Wisma Yasso, rumah Dewi Soekarno yang kini menjadi Museum Satria Mandala itu, Bung Karno dijaga ekstra ketat siang dan malam.

''Ada satu periode di mana kami, anak-anaknya, tak boleh bertemu dengan beliau. Begitu juga dengan kerabat keluarga yang lain. Tetapi ada satu periode di mana saya bisa menjenguk Bapak tiga hingga empat kali dalam seminggu,'' kenang Rachma.

Tanggal 6 Juni 1970, bertepatan dengan hari ulang tahun Bung Karno yang ke-69, Rachma dan Guruh menjenguk Bung Karno di Wisma Yasso. Rachma masih ingat, saat itu Bung Karno tengah berbaring di sofa. Sekujur tubuhnya bengkak. Suaranya sudah tak jelas lagi. Begitu juga dengan pandangan matanya.

''Sakit ginjal yang diderita Bapak tak pernah diobati secara layak,'' ujar Rachma lagi. Dalam kunjungan itu, Rachma memotret Bung Karno. Foto itu kemudian diberikan Rachma kepada seorang jurnalis kenalannya. Urusan memotret ini membuat Rachma berurusan dengan Corps Polisi Militer (CPM).

''Mengapa saya tak boleh memotret BK. Memang status BK apa,'' tanya Rachma ketika diinterogasi.

Dengan ringan si pejabat CPM menjawab, Bung Karno adalah tahanan. ''Setelah bertahun-tahun, itu adalah pengakuan pertama dari mulut mereka,'' kata Rachma.

Beberapa hari setelah kunjungan Rachma itu, Bung Karno dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Kesehatannya makin memburuk.

Tanggal 21 Juni 1970, sekitar pukul 04.30 WIB, pihak RSPAD menghubungi Rachma. Dia diminta segera ke RSPAD menemui Bung Karno. Sekitar pukul 07.00 WIB, Rachma dan saudara-saudaranya dipersilakan memasuki ruang rawat Bung Karno. Alat bantu pernapasan dan jarum infus telah dilepas. Bung Karno tergolek lemah. Matanya tertutup rapat, napasnya satu-satu. Tak lama, malaikat maut menjemput sang proklamator itu. (net)

Read More......

Minggu, 06 Januari 2008

Dimana anak ibnu sutowo pembunuh bartender fluitbar, senayan!

Dengan berlalunya waktu penembak mati bartender sebuah fluitbar,sebuah kafe di senayan yakni anak dari bekas penguasa pertamina dulu ibnu sutowo tak terdengar lagi kabarnya.
anehnya tidak ada lagi pers yg menggubris berita ini.
Apakah insan pers indonesia telah disogok oleh keluarga ibnu sutowo agar aib mereka tidak diberitakan dan pembunuhnya bisa bebas?


atau insan pers indoneisa diancam oleh keluarga ibnu sutowo? kalau ini rasanya tidak mungkin.

sangat disayangkan sekali berita seperti ini tidak di ikuti dan dilanjuti sehingga menusuk rasa keadilan rakyat banyak yg menginginkan keadilan utuk semua orang tak mengenal jabatan, harta atau kelas.

Tp kenyataannya diIndonesia hukum lebih berpihak pada orang kaya dan pejabat-pejabat kelas atas seperti keluarga ibnu sutowo ini.

Read More......

suharto dilarang mati sebelum dihukum & mengembalikan uang rakyat yg dicuri!

suharto dilarang mati sebelum dihukum & mengembalikan uang rakyat yg dicuri!

Read More......

Kamis, 03 Januari 2008

Orang Indonesia rendah diri!

Orang Indonesia bersifat rendah diri dan minder di hadapan org2 luar apalagi org bule!

Read More......

Orang Indonesia banyak yg munafik

Orang selingkuhan di gebukin rame2.
sementara pelacuran disana sini, lokalisasi di ijinkan. Tp org Indonesia menutup mata akan keadaan ini.


Kalau ada pasangan tinggal bersama orang2 banyak yg iri.
Nikah perlu biaya jadi tidak semua pasangan kumpul kebo adalah selingkuh.

Haji2 beristri lebh dari 2.

Read More......

Pejabat2 Indonesia tidak memihak rakyat

Pejabat2 pemerintahan Indonesia lebih mementingkan usaha dagangnya sendiri daripada mengabdi kepada rakyat sesuai tugas yg diembannya.

Ini adalah parahnya jika pedagang disuruh memerintah negri!

Read More......

Imigran2 afrika diIndonesia mengacau negri!

Imigran2 afrika diIndonesia mejual Narkoba dan menjadi kriminal.

Hukumnya tembak mati di tempat

Read More......
Your Ad Here